Pada suatu hari , Nabi Ibrahim menyembelih korban fi
sabilillah yang berupa 1000 kambing bebiri , 300 ekor lembu dan 100 ekor unta.
Kemudian , ramai orang begitu mengaguminya . Maka katanya ,
“Kurban sejumlah itu bagiku belum apa-apa. Demi
Allah! Seandainya aku memiliki anak lelaki, pasti akan aku sembelih kerana
Allah dan aku korbankan kepada-Nya,” Ketika
ini , isterinya , Siti Sarah masih belum juga mengandung.
Lantas
, Siti Sarah menyarankan kepada Nabi Ibrahim untuk menikahi Hajar. Dan ketika
di baitul maqdis , beliau berdoa pada Allah untuk dikurniakan anak dan doa
beliau dikabulkan. Maka , anak yang lahir itu dinamakan Isma’il yang bermaksud “Allah
telah mendengar”.
Semakin
hari semakin Ismail semakin besar , hinggalah pada suatu hari , Nabi Ibrahim
bermimpi ada seruan “Hai Ibrahim! Penuhilah
nazarmu (janjimu).”
****************
Maka , Nabi Ibrahim pun berfikir sama ada mimpi itu
datangnya dari Allah atau syaitan .
Kemudian , pada malam 9 zulhijjah , Nabi Ibrahim
bermimpi sama lagi. Maka yakinlah beliau bahawa mimpi itu adalah benar dan
datangnya dari Allah.
Terus keesokan harinya , Nabi Ibrahim bernekad
untuk melaksanakan nazarnya
.
Dalam
riwayat lain dijelaskan, ketika Nabi Ibrahim AS bermimpi untuk yang pertama
kalinya, maka beliau memilih biri-biri gemuk, sejumlah 100 ekor untuk
disembelih sebagai korban. Tiba-tiba api datang menyentapnya. Beliau menganggap
bahwa perintah dalam mimpi sudah terpenuhi. Untuk mimpi yang kedua kalinya,
beliau memilih unta-unta gemuk sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai korban.
Tiba-tiba api datang menyantapnya, dan beliau mengira perintah dalam mimpinya
itu telah terpenuhi.
Pada
mimpi untuk ketiga kalinya, seolah-olah ada yang menyeru, “Sesungguhnya Allah
SWT memerintahkanmu agar menyembelih putramu, Ismail.” Beliau terbangun
seketika, langsung memeluk Ismail dan menangis hingga waktu Shubuh tiba. Untuk
melaksanakan perintah Allah SWT tersebut, beliau menemui istrinya terlebih
dahulu, Hajar (ibu Ismail). Beliau berkata, “Persiapkanlah putramu dengan
pakaian yang paling bagus, sebab dia akan kuajak untuk bertemu kepada Allah.”
Hajar pun segera menpersiapkan Ismail dengan pakaian paling bagus serta menyikat
rambutnya.
Kemudian , Nabi Ibrahim dan puternya , Ismail berangkat
ke suatu lembah di Mina dengan membawa tali dan sebilah pedang. Pada
saat itu, Iblis terkutuk sangat luar biasa sibuknya dan belum pernah sesibuk
itu. Mundar-mandir ke sana ke mari. Ismail yang melihatnya segera mendekati
ayahnya.
“Hai
Ibrahim! Tidakkah kau perhatikan anakmu yang tampan dan comel itu?” seru Iblis.
“Benar,
namun aku diperintahkan untuk itu (menyembelihnya),” jawab Nabi Ibrahim AS.
Setelah
gagal memujuk ayahnya, Iblis pun datang menemui ibunya, Hajar. “Mengapa kau
hanya duduk-duduk tenang saja, padahal suamimu membawa anakmu untuk
disembelih?” goda Iblis.
“Kau
jangan berdusta padaku, mana mungkin seorang ayah membunuh anaknya?” jawab
Hajar.
“Mengapa
dia membawa tali dan sebilah pedang, kalau bukan untuk menyembelih putranya?”
rayu Iblis lagi.
“Untuk
apa seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar balik bertanya.
“Ia
menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu”, goda Iblis meyakinkannya.
“Seorang
Nabi tidak akan ditugasi untuk berbuat kebatilan. Seandainya itu benar, nyawaku
sendiri pun siap dikorbankan demi tugasnya yang mulia itu, apalagi hanya dengan
mengorbankan nyawa anakku, hal itu belum bererti apa-apa!” jawab Hajar dengan
yakin.
Iblis
gagal untuk kedua kalinya, namun ia tetap berusaha untuk menggagalkan usaha
penyembelihan Ismail itu. Maka, ia pun menghampiri Ismail seraya memujuknya,
“Hai Isma’il! Mengapa kau hanya bermain-main dan bergembira sahaja, padahal
ayahmu mengajakmu ketempat ini hanya untk menyembelihmu. Lihat, dia membawa
tali dan sebilah pedang,”
“Kau
dusta, memangnya kenapa ayah harus menyembelih diriku?” jawab Ismail dengan hairan.
“Ayahmu menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu” kata Iblis
meyakinkannya.
“Demi
perintah Allah! Aku sedia, mendengar, patuh, dan melaksanakan dengan sepenuh
jiwa ragaku,” jawab Ismail dengan yakin.
Ketika
Iblis hendak merayu dan menggodanya dengan kata-kata lain, mendadak Ismail
memungut sejumlah kerikil ditanah, dan langsung melemparkannya ke arah Iblis
hingga butalah matanya sebelah kiri. Maka, Iblis pun pergi dengan tangan hampa.
Sesampainya di Mina, Nabi Ibrahim AS berterus terang kepada
putranya, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahawa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah. Apa pendapatmu?…”
Dan jawapan putra itu diluar jangkaan ,
“Ia (Ismail) menjawab, ‘Hai bapakku! Kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu, Insya Allah! Kamu mendapatiku termasuk orang-orang yang
sabar”
Untuk
melaksanakan tugas ayahnya itu Ismail berpesan kepada ayahnya, “Wahai ayahanda!
Ikatlah tanganku agar aku tidak bergerak-gerak sehingga menyusahkan.
Telungkupkanlah wajahku agar tidak terlihat oleh ayah, sehingga tidak timbul
rasa hiba. Singsingkanlah lengan baju ayah agar tidak terkena percikan darah
sedikitpun sehingga boleh mengurangkan pahalaku, dan jika ibu melihatnya tentu
akan turut berduka.”
“Tajamkanlah
pedang dan goreskan segera dileherku ini agar lebih mudah dan cepat proses
mautnya. Lalu bawalah pulang bajuku dan serahkan kepada agar ibu agar menjadi
kenangan baginya, serta sampaikan pula salamku kepadanya dengan berkata, ‘Wahai
ibu! Bersabarlah dalam melaksanakan perintah Allah.’ Terakhir, janganlah ayah
mengajak anak-anak lain ke rumah ibu sehingga ibu sehingga semakin menambah
kesedihannya padaku, dan ketika ayah melihat anak lain yang sebaya denganku,
janganlah dipandang sehingga menimbulka rasa sedih di hati ayah,” sambung
Isma'il.
Setelah mendengar pesan-pesan putranya itu, Nabi Ibrahim AS
menjawab, “Sebaik-baik manusia dalam melaksanakan perintah Allah SWT adalah
kau, wahai putraku tercinta!
Kemudian
Nabi Ibrahim as menggoreskan pedangnya sekuat tenaga ke bahagian leher putranya
yang telah diikat tangan dan kakinya, namun beliau tak mampu menggoresnya.
Ismail
berkata, “Wahai ayahanda! Lepaskan tali pengikat tangan dan kakiku ini agar aku
tidak dinilai terpaksa dalam menjalankan perintah-Nya. Goreskan lagi ke leherku
agar para malaikat megetahui bahwa diriku taat kepada Allah SWT dalam menjalan
perintah semata-mata karena-Nya.”
Nabi
Ibrahim as melepaskan ikatan tangan dan kaki putranya, lalu beliau hadapkan
wajah anaknya ke bumi dan langsung menggoreskan pedangnya ke leher putranya
dengan sekuat tenaganya, namun beliau masih juga tak mampu melakukannya kerana
pedangnya selalu terpelanting. Tak puas dengan kemampuannya, beliau menghalakan
pedangnya kearah sebuah batu, dan batu itu pun terbelah menjadi dua bahagian.
“Hai pedang! Kau dapat membelah batu, tapi mengapa kau tak mampu menembus
daging?” gerutu beliau.
Atas
izin Allah SWT, pedang menjawab, “Hai Ibrahim! Kau menghendaki untuk
menyembelih, sedangkan Allah penguasa semesta alam berfirman, ‘jangan
disembelih’. Jika begitu, kenapa aku harus menentang perintah Allah?”
Allah
SWT berfirman, “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (bagimu).
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shâffât,
[37]: 106)
Menurut
satu riwayat, bahwa Ismail diganti dengan seekor kambing biri-biri yang dulu
pernah dikorbankan oleh Habil dan selama itu kambing biri-biri itu hidup di
surga. Malaikat Jibril datang membawa kambing biri-biri itu dan dia masih
sempat melihat Nabi Ibrahim AS menggoreskan pedangnya ke leher putranya. Dan
pada saat itu juga semesta alam beserta seluruh isinya ber-takbir (Allâhu
Akbar) mengagungkan kebesaran Allah SWT atas kesabaran kedua umat-Nya dalam
menjalankan perintahnya. Melihat itu, malaikai Jibril terkagum-kagum lantas
mengagungkan asma Allah, “Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar”. Nabi
Ibrahim AS menyahut, “Lâ Ilâha Illallâhu wallâhu Akbar”. Ismail mengikutinya,
“Allâhu Akbar wa lillâhil hamd”. Kemudian bacaan-bacaan tersebut dibaca pada
setiap hari raya kurban (Idul Adha).